Kesan awal nonton film ini adalah rileks dan santai tetapi dapat selalu dicintai, ini mungkin dikarenakan cerita, dialog dan pemainnya.
Cerita, jarang sekali film indonesia mengangkat cerita kuliner, siapa yang tidak suka makan? bahkan untuk beberapa orang makan adalah salah satu kenikmatan terindah yang ada di bumi ini dan setelah menonton film ini bawaannya lapar mulu, gak usah makan sebelum nonton ini karena bakal lapar lagi, pengambilan gambar yang apik yang secara detail memperlihatkan kenikmatan dari kuah soto, daging rawon, telur kepiting, dll. Ini penting dan harus ditampilkan karena adaptasi dari novelnya yang juga menggambarkan secara detail makananannya. Pokoknya mouthwatering banget deh 😋 Aspek lainnya adalah bagaimana cara film ini mempresentasikan persahabatan, cinta dan perjalanan ini yang membuat semakin menarik.
Dialog, aku suka sekali dialog-dialog di film ini, gak tau kenapa di film ini aku bisa banget larut dan ketawa lepas mungkin dikarenakan dialog yang cair banget, dialognya sudah kayak kita ngobrol sehari-hari, ngalir gitu aja dan yang terpenting tidak seperti dibuat-buat. Cair dan lezat didengar udah kayak kuah soto.
Pemain, kita tau dong Dian Sastro, Nicholas Saputra dan Oka Antara adalah aktor-aktor terkenal dan hebat dan Hannah Al Rasyid juga tidak bisa diremehkan, yang aku suka dari mereka di film ini adalah mereka bermain natural yang juga sinkron dengan dialognya yang cair dan ringan, mereka bermain sangat apik dan porsi yang pas ini yang menjadi salah satu kekuatan di film ini, terlebih untuk Dian Sastro, ini mungkin menjadi film jempolannya karena memang dia bermain sangat baik, sangat bisa mengambil hati penonton dari ekspresinya benar-benar natural dan enak dipandang and the most important thing i would say is there's no more Cinta/Rangga in flawless way, now everyone can move on! 😂
Sepertinya target Edwin akan film adalah bagaimana penonton akan terunggah untuk makan, makan dan makan dan ini cukup berhasil buat saya. Mungkin yang sudah membaca novelnya akan terlihat perbedaan yang cukup banyak dan sayang banget bab yang aku suka dari novelnya harus ditampilkan berbeda di film ini (bab pempek palembang yang diubah soto lamongan) tapi menurutku ini juga tidak bisa dibilang celah yang berarti berhubung mungkin terdapat keterbatasan waktu dan lain-lainnya. Aku bahkan bisa bilang ini adalah salah satu film Indonesia terbaik tahun ini. Well, Edwin did it again.