Sendiri dan Depresi
11/05/2018
Ceria adalah salah satu sifat yang
dapat kubanggakan hingga teman dan semua orang mengenalku dapat mendiskripsikan
aku dengan sifat ceriaku, aku akan selalu menampilkan senyum besarku di depan
mereka, dan ketika mereka membalasku dengan senyuman mereka, aku sangat
menyukainya karena ini adalah bentuk penghargaan yang sederhana tetapi
membahagiakan. Ketika aku melucu pun mereka akan selalu tertawa lebar hingga
terbahak-bahak, ini menyenangkan melihat reaksi orang ketika saya melucu, aku
tertawa mereka tertawa, menyenangkan memang. Tetapi selalu ada rasa ganjil
setiap kali aku tersenyum lebar, seakan semakin aku tertawa lebar semakin besar
rasa ganjil ini terasa.
Aku tidak mempunyai teman yang
banyak, temanku terbilang sedikit, karena aku memang tidak merasa nyaman jika
harus berkumpul dengan banyak orang, ini suatu keuntungan buatku karena aku
hanya akan berteman dengan orang yang benar-benar aku kenal, tetapi apakah ini
cukup? Ternyata tidak juga, ketika teman-teman saya sedang sibuk dengan dunia
mereka, pada akhirnya aku akan merasa sendiri, sendiri adalah sesuatu yang
menjadi zona nyamanku, ketika sendiri aku merasa menjadi diri sendiri, aku
tidak harus menghibur orang, yang harus kulakukan adalah menghibur diri sendiri,
banyak cara buatku untuk menghibur diri sendiri contohnya adalah menulis blog,
mendengarkan musik favoriku, fotografi, atau bahkan tidur, dll., lalu apakah
itu juga cukup? Tidak. Aku selalu berfikir, sendiri adalah cara terbaik mencari
ketenangan, ternyata tidak juga, ada satu hal yang menyebalkan dari sendiri
adalah ada di satu titik aku akan mengingat hal-hal yang buruk yang pernah aku
lakukan, hal-hal yang buruk yang ada di diriku yang mana ini yang membuat
diriku bahwa aku adalah makhluk terburuk yang ada di muka bumi ini. Ketika aku
mengingat hal semacam ini sangat buruk dampaknya kepadaku, aku merasa ingin
hilang dan musnah saja, semua kebahagiaan dan keceriaan yang telah kuciptakan
seakan hilang begitu saja, rasa bahagia yang telah terjadi padaku seakan
runtuh, aku kembali dalam duka akan penyesalan, rasa bersalah, dan kesedihan.
Rasa duka dan perasaan ganjil yang
selalu terasa ini juga bukan hal bisa disepelekan, rasa ini bisa sangat
menghancurkan percaya diri dan sangat menghancurkan diri sendiri, ketika
merasakan ini, aku sangat hancur dan ingin menyelesaikan ini dengan bunuh diri,
yap, berfikir untuk bunuh diri adalah yang menurutku alternatif jalan keluar
yang paling efektif untuk semua masalah yang telah kulakukan. Pikirku menjadi
hilang akan menyelesaikan masalah, menjadi hilang akan menghancurkan hati
seseorang yang akan menyesali kepergianku, tetapi ku mulai berfikir cara ini
bukan solusi untuk menyelesaikan masalah, menjadi hilang mungkin akan
menghancurkan hati orang terdekatku tapi itu hanya sementara saja, aku mulai
tersadar, aku sangat egois jika melakukan hal semacam ini, aku telah egois
kepada diriku sendiri, aku telah kalah sama rasa depresi ini, aku telah egois
kepada orang terdekatku, aku telah egois kepada Tuhan, cara ini adalah cara paling
egois.
Lalu cara seperti apa yang bisa
kulakukan? Ternyata banyak. Aku bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, aku
harusnya lebih banyak melakukan hal positif daripada harus berfikir bahwa aku
tidak berharga, komunikasi dan pendekatan dengan sahabat dan keluarga adalah
yang terpenting dan terbaik dalam menghadapi situasi yang kelam seperti ini,
kurasa mencurahkan apa yang telah terpendam kepada orang-orang terdekat adalah
cara yang efektif, masalah utama kita adalah kita malu akan keterbukaan, kita malu
akan mengungkapkan jati diri, kita malu akan di cemooh, padahal tidak jika kita
mempunyai orang yang dapat kita percaya dan dengan cara ini kita bisa lebih
terbuka, kita bisa saling mempercayai satu sama lain, kita bisa saling memberi
solusi, hal seperti ini harusnya lebih sering diterapkan. Jika kamu malu atau
merasa tidak ingin terbuka dengan orang lain kamu bisa berkonsultasi dengan
spesialis/psikiater akan hal ini. Kacamataku melihat bahwa komunikasi dan
keterbukaan adalah aspek yang sangat baik manfaatnya kepada diri sendiri.
Sendiri memang zona nyamanku tetapi ini bisa menjadi katana bermata dua, karena
tidak selamanya ini bisa menjadi hal yang menyenangkan, kurasa Tuhan menjadikan
kita sebagai makhluk sosial adalah karena ini, bisa saling membantu, saling
memberi solusi, saling melengkapi dan saling menjaga.
0 comments